Syaikh Utsaimin: “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan BOLEH jika memang dapat menghilangkan keburukan dan menghasilkan kemaslahatan.”
Ada sebagian orang yang menganggap menasihati pemimpin secara terang-terangan adalah khawarij, ini adalah pernyataan ghuluw (kelewat batas), bahkan menyesatkan. Mereka menyamakan antara “menasihati terang-terangan” dengan pemberontakan, ini merupakan gagal paham yang parah.
Sebagian lain menganggap menasihati terang-terangan adalah cara yang mesti ditempuh. Seolah tidak ada cara lain yang lebih baik darinya. Sehingga hari-harinya diisi dengan demonstrasi tak menghiraukan bagaimana “hasil” dari aksi-aksinya itu. Ini juga ghuluw.
Yang benar adalah – dengan menilik semua dalil yang ada- bahwa kedua cara menasihati ini di selaraskan dengan maslahat dan mudharat. Hal ini pernah saya sampaikan sejak kurang lebih tujuh tahun lalu, dalam artikel “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan”.
Berikut ini adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah tentang hal itu, ketika Beliau ditanya tentang hukum menasihati pemimpin secara terbuka:
ولكن يجب أن نعلم أن الأوامر الشرعية في مثل هذه الأمور لها مجال، ولا بد من استعمال الحكمة، فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك، ونحن نضرب لكم أمثالاً حتى يتضح الأمر للحاضرين وللسامعين .مثلاً: الخوارج و المعتزلة رأوا النصوص التي فيها الوعيد على بعض الذنوب الكبيرة فأخذوا بهذه النصوص، ونسوا نصوص الوعد التي تفتح باب الرجاء ....
" Tetapi, kita wajib mengetahui bahwa perkara-perkara syar’i seperti perkara ini memiliki cakupan, kita harus menggunakan sisi hikmahnya. Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.
Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.
Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya. Kami berikan contoh kepada kalian beberapa contoh agar lebih jelas bagi yang hadir dan pendengar. Misalnya: Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka hanya melihat pada nash-nash yang berisi ancaman bagi pelaku dosa-dosa besar, mereka menjadikannya sebagai dalil nash-nash ini, tapi mereka melupakan nash-nash lain yang berisi janji Allah yang dengannya menghasilkan sikap raja’ (harap). .... "
Lalu, Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-'Utsaimin Rahimahullah melanjutkan:
مسألة مناصحة الولاة، من الناس من يريد أن يأخذ بجانب من النصوص وهو إعلان النكير على ولاة الأمور، مهما تمخض عنه من المفاسد، ومنهم من يقول: لا يمكن أن نعلن مطلقاً، والواجب أن نناصح ولاة الأمور سراً كما جاء في النص الذي ذكره السائل، ونحن نقول: النصوص لا يكذب بعضها بعضاً، ولا يصادم بعضها بعضاً، فيكون الإنكار معلناً عند المصلحة، والمصلحة هي أن يزول الشر ويحل الخير، ويكون سراً إذا كان إعلان الإنكار لا يخدم المصلحة، لا يزول به الشر ولا يحل به الخير.
“Masalah menasehati penguasa, ada dari sebagian orang yang hendak berpegang dengan sebagian dalil yaitu mengingkari penguasa secara terbuka, walaupun sikap tersebut hanya mendatangkan mafsadah. Di sisi lain ada pula sebagian orang yang beranggapan bahwa mutlak tidak boleh ada pengingkaran secara terbuka, sebagaimana dijelaskan pada dalil yang disebutkan oleh penanya. Namun demikian, saya menyatakan bahwa dalil-dalil yang ada tidaklah saling menyalahkan dan tidak pula saling bertentangan. Oleh karena itu, BOLEH MENGINGKARI PENGUASA SECARA TERBUKA BILA DI ANGGAP DAPAT MEWUJUDKAN MASLAHAT, yaitu hilangnya kemungkaran dan berubah menjadi kebaikan. Dan boleh pula mengingkari secara tersembunyi atau rahasia bila hal itu dapat mewujudkan maslahat/kebaikan, sehingga kerusakan tidak dapat dihilangkan dan tidak pula berganti dengan kebaikan."
Lihat: Liqaa Al Baab Al Maftuuh No. 62
Inilah yang ditempuh Ahlus Sunnah, menjadikan semua dalil yang ada lalu mengkompromikannya secara cerdas, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin. Tidak seperti sebagian orang yang mengambil setengah-setengah saja lalu mengklaim sebagai pandangan Ahlus Sunnah. Padahal tidak demikian.
Wallahu A’lam
0 comments:
Post a Comment