Tak terbayang bukan, menjadi ibu yang baik itu harus banyak belajar dan terus belajar, lifelong education istilah kerennya.
1. Ibu harus belajar
Akuntansi, agar bisa mengurus pendapatan
keluarga dan mengelolanya untuk kebutuhan rumah tangga, tabungan, serta
menata pemasukan & pengeluaran yang seimbang.
2. Ibu harus belajar ilmu
Tata Boga, chef, atau perhotelan, belajar mengatur masakan keluarga dengan kreatif, supaya tidak bosan.
3. Ibu harus belajar ilmu
Keguruan. Ia harus menguasai ilmu yang diajarkan di sekolah dasar, agar bisa mengajari anaknya bila kesulitan dengan PR-nya.
4. Ibu harus belajar
Agama, karena ibu-lah yang pertama kali mengenalkan anak pada Allah, membangun akhlak yang luhur serta iman yang kokoh.
5. Ibu harus belajar
Ilmu Gizi, agar bisa menyiapkan makanan bergizi bagi keluarga, setiap hari.
6. Ibu harus belajar
Farmasi, agar dapat memberi pertolongan awal pada keluarga yang sedang sakit dan menyediakan obat-obatan ketika keadaan darurat.
7. Ibu harus belajar
Keperawatan, karena beliaulah yang merawat
anak/suami ketika sakit. Yang menyeka tubuhnya ketika tidak
diperbolehkan mandi, mengganti kompres. Ibu adalah perawat yang handal.
8. Ibu harus belajar ilmu
Kesehatan, agar bisa menjaga asupan makanan, kebersihan melindungi anggota keluarga dari gigitan nyamuk, dll.
9. Ibu harus belajar
Psikologi, agar bisa berkomunikasi dengan
baik saat menghadapi anak-anak di setiap jenjang usia, juga sebagai
teman curhat suami yang terbaik, ketika suami sedang mengalami masalah.
10. Ibu juga bisa cari uang (
bekerja )
Seandainya ibu harus kuliah dulu, butuh berapa lama? Bisa jadi lebih dari 9 jurusan di atas tadi.
Begitu luar biasanya seorang ibu, dengan multi talentanya, kesabarannya
merawat, mendidik & menemani anak-anak dan suami tercinta. Sudahkah
kita memberikan yang terbaik untuk ibu kita?
“Seorang ibu bisa merawat 10 anak, namun 10 anak belum tentu bisa merawat satu ibunya."
Hadits Tentang Ibu Hadist Tentang Ibu Hadis Tentang Ibu Kata Kata Nabi Muhammad Tentang Ibu Ayat Tentang Ibu
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ
كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً
حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah,
bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan
(pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak,
jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14
(Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى
وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang
pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui.
Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada
ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ
اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ
ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ
مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang
kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut
kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa
kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat
besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah
hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa
hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan
merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan
itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.
(Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu
memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau
mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali
kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang
mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh
kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah
penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa
seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada
anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu
hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita
untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan
sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi
kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang
sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di
punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku
telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum
membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika
melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya
lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah
denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku
cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa
bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab:
tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan
dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku
pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang
kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang
paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada
ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman
(7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah
ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan
bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam
riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu
membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa
bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang
ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah
amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah
termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk
menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan
jalan untuk masuk surga.
Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم
عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة
السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada
ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban
dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika
kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan
menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407;
Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini
disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih
mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang
lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik
kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang
ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta
kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’
terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang
ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ
يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا
أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku
tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah
Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang
tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat
keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i
(VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha
orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod
no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai
pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang
tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat
memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya
tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ
الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ
الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak
diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya,
(2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang
yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no.
32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah
anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa
menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu
kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan
terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan
dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan
mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah,
selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
Sumber: https://muslimah.or.id/1861-ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html